Gagasan Ekonomi Sirkular Di Indonesia, Efektif Kah?
Dua tahun terakhir istilah “ekonomi sirkular” menjadi tren pembahasan di Indonesia terutama
untuk kalangan organisasi nirlaba berbasis lingkungan dan pabrik daur ulang plastik. Bappenas
mengusung ide ini kali pertama di awal tahun 2021 sebagai sebuah inisiatif yang bertujuan
untuk mendongkrak ekonomi Indonesia sekaligus bentuk penyelamatan terhadap lingkungan
dari ancaman kerusakan iklim. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun
2020-2024 menjadi acuan bagi pemerintah dalam menerapkan usaha dan kebijakan di
tahun-tahun yang akan mendatang. Tujuannya adalah untuk mengurangi sampah plastik dari
berbagai sektor senilai 30 persen di tahun 2024.
Namun inisiatif ini sendiri menimbulkan beberapa pertanyaan. Mampukah Indonesia
melaksanakan ekonomi sirkular yang menyeluruh? Sejauh apa progres yang sudah dilakukan
Indonesia untuk menerapkan hal tersebut? Apakah daur ulang plastik sudah menjadi solusi
efektif mengingat tingginya jumlah limbah plastik di berbagai sektor dan kawasan?
Pada artikel kali ini kita akan membahas sejauh apa dedikasi pemangku kepentingan Indonesia
dalam menerapkan ekonomi sirkular untuk menjadikan daur ulang plastik sebagai langkah yang
signifikan dalam mendongkrak ekonomi dan menyelamatkan lingkungan hidup.
Pabrik Daur Ulang Plastik Dan Organisasi Nirlaba Berbasis Lingkungan Sebagai Pelopor Sesungguhnya
Jika membahas mengenai ekonomi sirkular, praktek nyata yang dilakukan di Indonesia justru
asal mulanya diinisiasi oleh berbagai pabrik daur ulang plastik atau organisasi nirlaba yang
berbasis pada penyelamatan lingkungan hidup. Beberapa nama seperti Limbahagia atau
Gerakan Diet Kantong Plastik telah lama menjadi pelopor dalam membangun wawasan
masyarakat umum terhadap treatment plastik untuk didaur ulang atau pengurangan plastik itu
sendiri.
Lebih daripada itu, keseriusan sektor-sektor usaha di Indonesia hanya mengandalkan
pertanggungjawaban sosial saja, atau dengan kata lain “usaha sampingan”. Faktor ini menjadi
kian krusial karena langkah nyata Indonesia untuk benar-benar mengadaptasi ekonomi sirkular
itu sendiri masih jauh dari bayangan yang ideal.
Meskipun Juni 2021 silam, Kementerian Perindustrian baru saja meresmikan pabrik daur ulang
plastik terbesar di Indonesia. Pabrik daur ulang plastik ini merupakan hasil kerjasama yang
dilakukan oleh PT Veolia Services Indonesia dengan Danone-Aqua. Peresmian tersebut bisa
dinilai sebagai langkah pembuka Indonesia dalam mengaplikasikan ekonomi sirkular
Pada posisi saat ini pun, industri pabrik yang sudah menaruh fokus pada pengolahan limbah
plastik nyatanya masih sedikit dan perlu ditingkatkan. Pabrik yang biasa memproduksi atau
mendistribusikan plastik harus mulai mengarahkan strateginya ke pengolahan limbah plastik
agar bisa digunakan kembali dan tidak menambah jumlah limbah yang sudah menumpuk.
Tantangan Indonesia Dalam Mewujudkan Ekonomi Sirkular
Dengan total 1300 industri besar maupun kecil yang bergerak di bidang daur ulang plastik,
Indonesia sebetulnya punya potensi yang besar dalam bidang ini. Dengan catatan, jika legal
standing terhadap pabrik pengolahan limbah plastik bisa diimplementasikan secara nyata.
Soal ekonomi sirkular pun, potensi yang dimiliki Indonesia saat ini lebih dari cukup. Namun
faktanya bahwa inisiasi terhadap kepedulian lingkungan atau niat untuk menggenjot sektor
industri ini agar lebih benefisial dari pemangku kepentingan negara masih jauh dari
angan-angan. Ambil contoh pada regulasi pemerintah mengenai larangan menggunakan
kantong plastik di supermarket atau minimarket
Regulasi semacam ini hanya berfokus pada pengurangan limbah plastik yang berada di kota-kota
besar saja dan terkhusus pada pusat perbelanjaan. Nyatanya masih mudah untuk menemukan
penggunaan kantong plastik pada usaha mikro maupun pasar rakyat.
Sementara itu, peraturan perundang-undangan di Indonesia dalam pengelolaan plastik sudah
ketinggalan zaman dan perlu direvisi secara utuh. Bahwasanya jika memang ingin menciptakan
lingkungan hidup yang bersih dan benefisial terhadap industri daur ulang plastik, legal standing
di Indonesia terhadap hal tersebut harus diperkuat. Karena usaha yang dilakukan pabrik daur
ulang plastik dan organisasi nirlaba dalam mengatasi masalah ini tidak akan lengkap.
Menjadikan cita-cita ini pincang sebelah jika ingin direalisasikan.
Basis hukum Indonesia yaitu Undang-undang nomor 18 tahun 2008 haruslah mulai melirik
potensi yang dimiliki terhadap industri dalam pengelolaan limbah plastik sebagai hal yang
esensial, bukan hanya usaha sampingan sebagai pertanggungjawaban korporat. Lebih daripada
itu, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024 harus dilaksanakan
dengan sinkron antara pemangku jabatan di pemerintah pusat maupun daerah, pelaku usaha
pabrik daur ulang plastik, juga organisasi nirlaba.
Koherensi kinerja dari tiga pihak ini seharusnya menjadi struktur kerja yang tidak akan
tergantikan dan memiliki signifikansi hasil yang maksimal, jika Indonesia memang akan
menerapkan ekonomi sirkular sebagai visi di masa yang akan datang. Dengan disediakannya
hukum kewajiban dan subsidi yang jelas, pelaku usaha tentu akan berpangku pada acuan yang
jelas dan koheren. Lebih daripada itu, organisasi nirlaba juga tidak sia-sia membangun
kesadaran masyarakat terhadap bahaya plastik untuk iklim global, karena disokong oleh
pemerintah yang memiliki kewenangan.