Pada penggunaan plastik sehari-hari, Indonesia sebetulnya bukanlah pengguna plastik
terbanyak jika dihitung per individu. Kisaran angka yang beredar adalah 20 kilogram per
individu setiap tahunnya. Yang tentu saja beda jauh dengan Vietnam (42.1 kilogram) atau
bahkan Korea Selatan (141 kilogram). Namun dengan laporan oleh Badan Pusat Statistika
yang menyebutkan bahwa angka kisaran sampah plastik di Indonesia setiap tahunnya adalah
64 juta ton, dan hampir 3 juta tonnya dibuang ke laut, tentu ada masalah serius yang
Indonesia hadapi mengenai pengelolaan limbah plastik.

Sejatinya di kalangan jenis-jenis sampah, sampah plastik sendiri merupakan salah satu yang
memiliki nilai tinggi. Hal ini ditunjukan dengan bagaimana sampah dari olahan plastik terus
menerus membantu kehidupan manusia, selayaknya sebelum plastik tersebut kehidupan
manusia. Inovasi terbaru yang sedang dalam masa perkembangan, menyingkap bahwa
plastik dapat menjadi bahan bakar dalam menghidupi mesin-mesin kendaraan hingga mesin
pembangkit listrik.

Hal ini tentu membuka sedikit pencerahan bahwa dunia sedang menuju proses yang lebih
baik dalam penerapan manajemen daur ulang plastik. Yang beberapa tahun terakhir semakin
marak dibicarakan karena membahayakan pertumbuhan flora dan fauna.

Penggunaan Cold Plasm Pyrolysis Dalam Konversi Daur Ulang Plastik

Sampah plastik menjadi kian bernilai karena melalui serangkaian proses yang dinamakan
cold plasma pyrolysis”. Pirolisis sendiri merupakan sebuah proses dekomposisi kimia
dengan menggunakan pemanasan tanpa kehadiran oksigen. Selama di pabrik daur ulang
plastik, plastik-plastik bekas akan melalui proses pirolisis dengan pemanasan di suhu 450
hingga 600 derajat
Celcius. Yang nantinya akan menghasilkan gas karbon dan hidrogen.

Gas karbon dan hidrogen hasil dari pirolisis inilah yang akan bermanfaat untuk menjadi
bahan bakar, terutama dalam menghidupkan pembangkit listrik. Karena kedua zat ini
memiliki ekuivalen yang sama ketika bahan bakar jenis diesel dibakar. Penemuan ini kian
menarik karena mengingat bahwa sampah plastik memiliki jumlah yang sangat banyak,
tersebar di darat maupun laut sebagai polutan.

Perlu diingat bahwa per 2019, kota Jakarta sendiri saja memiliki hampir 3 juta rumah tangga
yang tentunya membutuhkan tenaga listrik yang tidak sedikit. Sementara penghidupan
generator listrik sejauh ini masih mengandalkan hasil bumi seperti batu bara dan diesel, atau
sinar matahari dari panel surya. Maka jika dihitung melalui jumlah sampah yang terus
menumpuk di Indonesia setiap tahunnya, seharusnya nilai yang ada lebih dari cukup.

Berangkat dari data yang tersedia, seharusnya pemerintah dan pabrik-pabrik pengolahan
limbah plastik di Nusantara harusnya mengalihkan perhatian ke dampak positif jangka
panjang. Mengingat bahwa daur ulang plastik sendiri memiliki manfaat yang kian
menyeluruh, walaupun secara biaya yang harus ditanggung untuk riset dan pengembangan
tidak sedikit. Tapi sekiranya Indonesia memiliki potensi yang lebih baik dalam memenuhi
kebutuhan listrik yang tidak sedikit dan menjadi representatif Asia dalam mengusung
penggunaan energi terbarukan.

Pionir Pengembangan Konversi Daur Ulang Plastik Menjadi Energi Listrik

Untuk saat ini, mengkonversikan sampah plastik menjadi energi listrik masih dalam tahap
riset dan pengembangan. Walaupun memang dalam beberapa tahun ke depan tidak
menutup kemungkinan bahwa pabrik daur ulang plastik di seluruh dunia sudah mulai bisa
menerapkan ide-ide dari riset ini. Serta berlakunya ide ini akan menjadi titik mula bagi energi
terbarukan yang berasal dari plastik.

Salah satu pengusung ide untuk mengkonversikan plastik menjadi energi listrik adalah
Waste2Tricity. Sebuah perusahaan teknologi asal Inggris yang mengedepankan produksi
hidrogen melalui sampah plastik. Di mana pada praktiknya perusahaan ini telah berhasil
memenangkan hadiah senilai 1.25 juta Euro untuk fasilitas pabrik daur ulang plastik menjadi
hidrogen di Protos.

Lebih daripada itu, Waste2Tricity sendiri telah menandatangani kontrak perjanjian dengan
PowerHouse Energy Group PLC dalam melebarkan sayap dalam daur ulang plastik menjadi
hidrogen. Ilmuwan-ilmuwan asal University of Chester sendiri merupakan garda terdepan
dalam riset dan pengembangan mengenai daur ulang plastik menjadi hidrogen. Di mana
negara-negara seperti Jepang, Tiongkok, dan India menaruh minat besarnya untuk
pengadaan pabrik daur ulang plastik menjadi hidrogen di negaranya.

Di sisi lain, ilmuwan-ilmuwan lain Singapur seperti Soo Han Sen asal Nanyang Technological
University dan Dr. Ahn Phan asal Newcastle University’s School of Engineering juga
melakukan riset yang sama mengenai konversi plastik menjadi sumber energi pembangkit
tenaga listrik. Di mana Soo Han Sen menggunakan vanadium sebagai katalis dalam proses
konversinya. Sementara itu Dr. Ahn Phan yang sudah melakukan risetnya sejak 2004
menggunakan cara yang sama seperti Waste2Tricity, dengan menggunakan cold plasma
pyrolysis
.