Fakta terbaru September ini cukup mencengangkan melihat data mengenai jumlah sampah
plastik yang mencemari lautan. Beberapa negara dengan sistem manajemen sampah plastik
yang buruk disinyalir menjadi penyebab pencemaran yang besar di lautan. Negara seperti
Filipina sendiri menyumbang 36.4 persen sampah plastik di laut secara keseluruhan, disusul
oleh India yang mencemari 12.9 persen laut global. Menjadikan Asia sebagai benua
penyumbang sampah plastik terbesar di dunia, dengan angka 81 persen dari keseluruhan
sampah plastik di laut.

Terlepas dari itu semua, Korea Selatan sebagai salah satu representatif Asia merupakan
negara dengan sistem manajemen sampah plastik terbaik di dunia. Jika ditarik mundur,
Korea Selatan sendiri sudah menerapkan hukumnya untuk reduce, reuse, dan recycle
semenjak tahun 1986. Hukum ini pun diperkuat dengan adanya undang-undang tentang
Penghematan Sumber Daya dan Promosi Daur Ulang di tahun 1992.

Berbicara soal manajemen sampah plastik sendiri pun bukanlah perkara yang mudah.
Mengingat bahwa diversitas dari jenis limbah plastik itu sendiri, belum lagi ketika bercampur
dengan sampah organik bekas makanan atau sampah keras seperti besi dan aluminium.
Namun kesulitan ini dapat teratasi karena kesadaran masyarakat yang tinggi akan
segmentasi jenis sampah yang bisa terurai maupun tidak.

Hal ini ditunjukan dengan tempat sampah di tempat umum yang terpisah hingga 12 jenis
sampah berbeda. Bahkan untuk plastik sendiri dipisahkan kembali antara plastik PET, PVC,
dan kantong kresek biasa. Kualitas manajemen sampah plastik di Korea Selatan juga
didukung dengan kesadaran masyarakatnya sendiri yang tinggi untuk memisahkan sampah
sesuai dengan jenisnya.

Namun semenjak pelarangan impor plastik oleh Tiongkok, negara-negara di dunia
mengalami kesulitan dalam mengatur regulasi daur ulang plastik. Karena Korea Selatan
merupakan salah satu negara yang bergantung pada Tiongkok dalam melaksanakan plastik
daur ulang plastiknya. Lebih daripada itu, masalah lain timbul dengan meningkatnya limbah
plastik di dunia akibat pandemik COVID-19. Yang otomatis mengakibatkan penurunan harga
limbah plastik di dunia. Pada bahasan kali ini, kita akan melihat bagaimana kedua keadaan
tersebut akan berdampak dalam penurunan manajemen sampah di Korea Selatan

Larangan Impor Plastik Tiongkok Dan Dampaknya Ke Pabrik Daur Ulang Korea Selatan

Menurut data yang diungkapkan oleh Menteri Lingkungan dari Korea Selatan, setidaknya
130.000 ton sampah plastik melalui proses daur ulang di Tiongkok. Dengan diberlakukannya
hukum internasional ini, Korea Selatan secara langsung menerima dampaknya yang dapat
dilihat dari beberapa kejadian.

Penerapan kebijakan larangan impor sampah plastik ini berdampak kepada komunitas
pemulung di Korea Selatan, di mana sebagian besar pemulungnya adalah orang-orang lanjut
usia yang bergantung penuh dari penjualan sampah plastik. Penurunan harga limbah plastik
menyebabkan pemulung-pemulung lanjut usia sulit untuk menghidupi diri masing-masing.
Karena angka penghasilan yang dibuat dari mengumpulkan dan menjual sampah plastik ke
pabrik daur ulang plastik tidak sebanding dengan tagihan untuk biaya kesehatan.

Selain itu, setidaknya 48 pabrik daur ulang plastik di Korea Selatan berhenti beroperasional
selama dua minggu. Hal ini dikarenakan putusnya hubungan kerja pabrik-pabrik tersebut
dengan Tiongkok. Akibatnya aktifitas pengumpulan plastik sempat terhenti sebelum
akhirnya pemerintah pusat memberikan donor dana untuk pabrik-pabrik tersebut. Alhasil
penumpukan sampah di jalan-jalan kota Seoul cukup terlihat selama dua minggu tersebut.

Dampak lainnya adalah bagaimana perusahaan produk minum di Korea Selatan mulai
melarang penggunaan botol plastik PET. Karena harga yang harus ditanggung untuk melalui
proses daur ulang lebih mahal. Terlebih lagi untuk plastik yang berwarna.
Namun di sisi lain, Kementerian Lingkungan Korea Selatan mulai memfokuskan kebijakan
domestik untuk mendongkrak daur ulang plastik dengan target jangka panjang. Demi
menghindari ketergantungan dengan Tiongkok untuk daur ulang plastiknya, kebijakan
domestik Korea Selatan berusaha mendorong daur ulang plastik dari 34 persen menjadi 70
persen di tahun 2030.

Pabrik Daur Ulang Plastik Dan Pemerintah Korea Selatan Akibat Sampah Plastik Dari Covid-19

Salah satu masalah lainnya dalam 5 tahun terakhir yang dihadapi adalah pandemi COVID-19
yang memberikan efek domino dari masalah satu ke masalah lainnya. Sebagai negara
dengan tingkat plastik yang didaur ulang sekitar 60 persen dari total keseluruhan, angka ini
bisa jadi menurun karena jumlah limbah plastiknya sendiri yang meningkat. Dengan
meningkatnya limbah plastik bekas makanan atau medis, masalah yang dihadapi adalah
minimnya tempat untuk mengalokasikan limbah tersebut. Sekiranya ada pun, harganya
minim.

Pandemi COVID-19 mengharuskan kegiatan lebih banyak di rumah. Makanan atau minuman
yang semula bisa dinikmati di restoran setempat, kini terpaksa harus dibungkus untuk
dibawa pulang. Otomatis jumlah kemasan atau kantong plastik yang digunakan semakin
meningkat, tidak terkecuali untuk Korea Selatan.

Jika dilihat melalui manajemen plastik secara domestik, Korea Selatan telah mengalami
kesulitan karena putusnya hubungan ekspor-impor dengan Tiongkok untuk sampah plastik.
Pabrik daur ulang plastik dan pemerintah setempat kini kewalahan untuk menangani
membludaknya limbah plastik yang terus meningkat setiap harinya selama masa pandemi.
Padahal Kementerian Lingkungan dari Korea Selatan sendiri menargetkan untuk
meningkatkan daur ulang plastik domestik hingga 70 persen di tahun 2020.