Proses Daur Ulang Limbah Plastik Menjadi Bahan Bakar (BBM)
Seperti yang sudah banyak diketahui oleh khalayak umum, bahwa sebagian besar negara di
dunia memiliki masalah terkait menumpuknya sampah plastik di daratan maupun lautan.
Sementara pelarangan penggunaan plastik di beberapa sektor plastik belum menunjukan
dampak yang cukup signifikan. Menerapkan daur ulang terhadap plastik disinyalir
merupakan salah satu cara paling ampuh dalam mengatasi penumpukan. Daur ulang plastik
kini mendapat secercah harapan yang lebih baik, di mana produk akhirnya bisa
menghasilkan bahan bakar (BBM) untuk berbagai keperluan.
Sebetulnya sulit untuk memetakan siapa yang pertama kali mencetuskan terobosan ini,
namun setidaknya tiga tahun terakhir menandai popularitas konversi sampah plastik
menjadi bahan bakar minyak (BBM) yang diusung oleh banyak ilmuwan dunia. Beberapa
teknik yang digunakan untuk mengkonversikan plastik adalah pirolisis, atau pengolahan
hidrotermal yang dikembangkan oleh Purdue University. Keduanya sama-sama memanaskan
limbah-limbah plastik dalam suhu yang sangat tinggi sampai akhirnya berubah menjadi
bahan bakar.
Namun hal yang cukup membedakan adalah, proses hidrotermal melibatkan air. Proses ini
akan merendam dan memberikan tekanan suhu sebesar 350-500 derajat Celcius, selama
kurang lebih lima jam. Sampai akhirnya air yang panas tersebut memecah plastik dan
mengubahnya menjadi minyak. Lain halnya dengan pirolisis yang hanya memanaskan plastik
tanpa melibatkan air dalam prosesnya. Seyogyanya plastik berasal dari minyak bumi, dan
kedua proses ini berusaha mengembalikan bentuk murni dari plastik agar bisa digunakan
sebagai bahan bakar.
Jenis Bahan Bakar (BBM) Yang Dihasilkan
Pabrik daur ulang plastik yang mampu menerapkan proses hidrotermal atau pirolisis,
memiliki pilihan untuk menentukan apa saja produk akhir yang ingin dicapai. Dimana
perbedaan suhu dan jenis plastik yang didaur ulang akan menghasilkan produk akhir gas
yang berbeda-beda. Seperti contoh pada 2018, peneliti di Swansea University menemukan
bahwa plastik dapat dikonversikan menjadi hidrogen. Dimana notabene penggunaan
hidrogen adalah untuk bahan bakar mobil tertentu atau pengganti angin ban mobil atau
motor.
Selain itu, salah satu penemuan yang paling penting beberapa tahun terakhir adalah
konversi plastik menjadi bahan bakar mesin diesel. Melalui kolaborasi yang dilakukan oleh
Shanghai Institute of Organic Chemistry dan ahli kimia dari University of California, kedua
pihak berhasil merekonstruksi plastik berbahan dasar polietilen menjadi cairan bahan bakar.
Proses ini dibantu dengan penggunaan alkana, dan merombak ikatan kimia di atom hidrogen
karbon yang berada di dalamnya. Hasil akhirnya pun bahan bakar diesel ditemukan, yang
dapat digunakan di kendaraan berat seperti truk atau untuk menggerakan mesin-mesin di
perindustrian.
Kenapa Terobosan Ini Penting?
Terlepas dari masalah lingkungan yang ada, mengkonversikan plastik menjadi bahan bakar
(BBM) memiliki dampak yang cukup signifikan bagi perekonomian sebuah negara. Jika
industri pabrik daur ulang plastik memiliki kapabilitas untuk melakukan hal tersebut,
diperhitungkan sekitar 39.000 lapangan kerja dapat terbuka bagi mereka yang
membutuhkan. Lebih daripada itu, penjualan minyak hasil daur ulang plastik dapat
menopang perekonomian negara hingga 9 juta dollar AS.
Selain itu proses hidrotermal dan pirolisis yang akan diterapkan oleh pabrik daur ulang
plastik akan cenderung memakan biaya yang lebih murah, dikarenakan prosesnya yang
mudah dilakukan. Pabrik daur ulang plastik yang melaksanakan metode ini juga tidak
mematok hanya pemanfaatan limbah plastik saja, namun limbah-limbah lain yang mudah
terbakar. Seperti tekstil, kertas, berbagai jenis plastik, atau jenis limbah lain yang sulit didaur
ulang secara alami.
Aktor Dalam Konversi Limbah Plastik Menjadi Minyak Dan Prospeknya Di Indonesia
Konversi plastik menjadi bahan bakar yang dapat digunakan untuk kendaraan maupun
industri sedang menggarap pamornya sebagai sebuah sektor baru dengan benefit ekonomi
yang gemilang. Beberapa korporat di Amerika Serikat seperti BRADAM Energies dan
Resynergi telah menjadi tonggak dalam penerapan konversi limbah plastik menjadi bahan
bakar. Di mana dedikasi korporat-korporat ini adalah untuk menghasilkan bahan bakar
berkualitas yang tidak lagi mengekstraksi minyak dari bumi.
Mengacu pada terobosan yang dikedepankan beberapa ilmuwan dunia dan korporat
terhadap konversi limbah plastik menjadi bahan bakar, seharusnya penerapan ini memiliki
prospek yang gemilang jika diterapkan di Indonesia. Hanya saja jika memang dedikasi
masyarakat dan pemerintah untuk meninggalkan metode pengeboran bumi untuk mendapat
minyak, dana rekonstruksi kebijakan manajemen limbah plastik mau dilakukan. Tentu bukan
langkah yang mudah untuk melakukan transisi dari sesuatu yang konvensional menuju lebih
modern. Tapi hal yang perlu diingat, terobosan dan pembaharuan sebagai solusi sebuah isu
bukanlah dilakukan tanpa pertimbangan yang matang.