Berbicara mengenai manajemen sampah plastik bukanlah perkara yang mudah. Terhitung
dari sekitar 300 juta ton sampah plastik yang dihasilkan, hanya 14-18 persen yang didaur
ulang, sementara lainnya dibakar atau menumpuk di daratan maupun lautan. Angka yang
tentu tidak sedikit, mengingat bahaya yang dapat ditimbulkan dari polusi udara akibat
pembakaran, atau rusaknya lingkungan hidup karena limbah plastik yang menumpuk.
Daur ulang plastik sendiri pun mengalami banyak kendala dikarenakan status quo dari plastik
baru yang sudah diyakini secara harga dan kualitas. Beberapa alasan plastik daur ulang tidak
mendapat popularitasnya adalah karena sifat dari pasarnya sendiri yang masih tergabung
dengan plastik konvensional. Sehingga tidak ada yang benar-benar bisa membedakan antara
plastik daur ulang maupun plastik konvensional.
Variabel lainnya adalah posisi dari industri plastik daur ulang sendiri yang terbatas hanya di
beberapa negara saja. Hal ini sangat krusial apalagi ketika salah satu negara importir limbah
plastik melakukan larangan untuk aktivitas bisnis ini. Semisal Tiongkok di tahun 2018. Angka
daur ulang plastik mengalami penurunan yang cukup drastis, dan penumpukan di kawasan
Eropa atau Asia tenggara mengalami peningkatan yang cukup signifikan.
Berdasar dari beberapa isu ini, OECD (Organization for Economic Cooperation and
Development) pada tahun 2018 telah menyusun sebuah rekomendasi kebijakan yang
sekiranya dapat dijadikan acuan bagi pemangku kepentingan negara untuk
memformulasikan kebijakan-kebijakan di negaranya. Simak ulasan berikut!
1. Pabrik Daur Ulang Plastik Yang Didukung Pemerintah Domestik
Satu hal yang tidak bisa dipungkiri adalah pabrik daur ulang plastik pada umumnya
beroperasi di cakupan pasar yang sama dengan plastik konvensional. Sementara jika
dikalkulasikan, plastik daur ulang mengalami kesulitan untuk mengejar harga pasar plastik
konvensional yang begitu fluktuatif, yang notabene dipengaruhi oleh harga minyak dunia.
Beberapa langkah yang dapat dilakukan oleh pemerintah negara dalam mengatasi hal ini
adalah dengan menaikkan pajak penggunaan plastik konvensional. Atau dengan melakukan
diferensiasi pajak terhadap plastik daur ulang. Dengan demikian pabrik-pabrik daur ulang
memiliki kesempatan lebih baik dalam mencapai target pasar yang dibutuhkan, dan
menekan produksi plastik konvensional.
Selain itu, pemerintah negara dapat mulai mengenalkan standarisasi kualitas daur ulang
plastik dan pengadaan target publik yang akan menjadi pengguna plastik daur ulang.
Sehingga pabrik daur ulang plastik tidak akan melakukan produksi yang sia-sia karena sudah
memiliki target pasar yang pasti sebagai end-user dari sebuah produk daur ulang plastik.
Juga tak lupa untuk melakukan stimulasi permintaan pasar terhadap plastik daur ulang. Hal
ini dilaksanakan supaya masyarakat tidak selalu bergantung pada plastik konvensional, dan
memiliki kesadaran yang cukup akan situasi penumpukan limbah plastik yang terjadi saat ini.
2. Mengatasi Ketidakpastian Tentang Ketersediaan Dan Kualitas Plastik Daur Ulang
Bersaing dengan plastik konvensional bukanlah merupakan hal yang mudah. Beberapa isu
yang kerap kali muncul adalah ketergantungan masyarakat terhadap plastik konvensional
yang notabene lebih murah. Juga karena plastik kerap kali dicampur dengan zat aditif lain
yang dapat berbahaya jika tidak sengaja terhirup atau dikonsumsi anak kecil.
Beberapa langkah yang dapat dilakukan pemangku kepentingan adalah dengan membuat
sertifikasi standar terhadap plastik daur ulang, sehingga dapat meraih kepercayaan
masyarakat bahwa plastik hasil daur ulang aman digunakan. Juga untuk mendorong
kapasitas pengumpulan dan daur ulang semua bentuk limbah plastik sehingga tidak lagi
menumpuk di daratan maupun lautan.
Juga tak lupa untuk melakukan pelarangan terhadap penggunaan zat aditif lain dalam proses
produksi plastik. Hal ini menjadi langkah yang substansial karena seyogyanya plastik dari
hasil daur ulang tidak boleh berbahaya untuk kesehatan manusia. Dengan begitu
kepercayaan masyarakat untuk membeli dan mengkonsumsi plastik dari hasil daur ulang
dapat terbentuk dan dipertahankan.
3. Pabrik Daur Ulang Plastik Dengan Biaya Produksi Yang Minim
Pabrik daur ulang plastik pada dasarnya menghadapi tantangan yang berbeda dengan pabrik
plastik konvensional. Di mana proses produksinya melibatkan proses pengumpulan dan
pencacahan untuk akhirnya bisa dilebur kembali menjadi plastik baru, yang tentu saja
membutuhkan biaya lebih. Langkah ini bukanlah proses yang mudah, karena kerap kali
tahapan ini mengalami hambatan karena limbah plastik yang diterima tercampur dengan
sampah domestik lain seperti limbah organik atau limbah B3 (bahan beracun dan
berbahaya). Kerap kali proses daur ulang harus terhenti karena adanya bahan-bahan yang
semestinya tidak tercampur dengan plastik yang akan dicacah.
Langkah ini haruslah melibatkan kesadaran masyarakat dan peran aktif pemerintah untuk
menyisihkan waktu dalam membuang sampah di tempat yang benar. Bak sampah di tempat
umum sudah banyak yang menyediakan tiga tempat berbeda untuk limbah plastik, organik,
dan B3. Meluangkan sedikit waktu untuk memisahkan sampah ini akan mempermudah
proses daur ulang kedepannya demi kemudahan di pabrik daur ulang plastik nantinya.