Keberadaan bank sampah seperti yang banyak diketahui sepertinya hanya bersifat
embel-embel belaka pada pelaksanaan manajerial sampah yang mengutamakan reduce,
reuse, recycle (3R). padahal pada dasarnya kebijakan ini merupakan langkah mula yang baik
dalam mengedepankan ekonomi sirkular dan penerapannya di Indonesia. Namun seperti
yang sudah dibahas di artikel sebelumnya, 64 juta ton sampah plastik yang mencemari tanah
dan laut setiap tahunnya merupakan kontribusi yang nyata dari ketidakefektifan bank
sampah sebagai kebijakan masyarakat.

Dua faktor utama menjadi penyebab utama dalam mangkraknya kebijakan ini dalam
penerapannya. Minimnya kapasitas manajerial yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan
daerah adalah yang utama. Antusiasme dan penyusutan dalam sosialisasi dan edukasi
program ini menyebabkan unit bank sampah terbengkalai. Kapasitas manajerial ini juga
dinilai stagnan karena keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaannya yang kurang aktif.

Lebih daripada itu, program bank sampah berada pada posisi yang stagnan dan kurang
berdampak karena minimnya pendanaan yang disalurkan. Baik itu untuk fasilitasi unit
ataupun imbalan yang dikembalikan ke masyarakat ke dalam pelaksanaannya. Padahal
mekanisme hukum dalam PERMEN LH nomor 13 tahun 2012, secara jelas mengusung
integrasi dana di bawah mekanisme Extended Producer Responsibility. Sebagaimana yang
tertera di pasal 1 ayat 3.

Namun bukanlah tidak mungkin untuk menghidupkan program ini agar berjalan lebih baik di
waktu yang akan datang. Dalam artikel yang dipublikasikan Kompasiana.com, penulis
Muhammad Zulfikair setidaknya menyusun 11 langkah sebagai rancangan komprehensif
akan bagaimana transformasi untuk bank sampah dapat dilakukan dengan efektif. Pada ulasan kali ini kami telah mengakurasikan pemikiran Zulfikair ke dalam bahasan yang lebih padat dan mudah dimengerti

1. Pembentukan Legal Standing Yang Kuat

Bank sampah merupakan program yang inovatif. Sebagaimana diusung pertama kali oleh
Limbahagia, program ini memiliki angan-angan besar untuk menjadi agen perubahan di
masyarakat. Melalui langkah kecil dengan memilah sampah, maka perubahan baik dapat
terwujud. Namun kekurangan yang dimiliki bank sampah selama proses pelaksanaannya
adalah tidak adanya badan hukum yang mewadahi proses pelaksanaan bank sampah.

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup nomor 13 tahun 2012 memang sudah menunjang
mekanismenya. Namun proses pelaksanaan di masyarakat membutuhkan wadah
administrasi yang jelas dan koheren. Bukti sudah muncul jelas bahwa 8 tahun berjalan, bank
sampah mengalami stagnan sebagai agen perubahan

2. Fasilitas Yang Memadai

Pelaksanaan suatu program berskala nasional membutuhkan pendanaan yang tidak sedikit.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Bambang Wicaksono sebagai penasihat Transformasi,
salah satu penyebab mangkraknya program ini adalah masalah pendanaan. Melengkapi
sarana dan prasarana dalam program bank sampah harus dilakukan secara benar dan tepat
guna. Kebutuhan internal, eksternal, infrastruktur fisik, maupun non fisik harus dilaksanakan
secara menyeluruh agar bank sampah bisa dilakukan dengan efektif. Selain itu, fasilitasi
program ini harus dilakukan di titik-titik yang akurat di mana sampah plastik biasa
menumpuk. Tentu didukung dengan fasilitas yang lengkap hingga tingkat desa dan
kelurahan.

3. Sosialisasi Dan Edukasi

Pelaksanaan program lingkungan selalu menemukan hambatannya pada keterlibatan
masyarakat. Di mana menanamkan ide baru pada individu bukanlah yang mudah, apalagi
jika kebiasaan mengenai manajerial sampah sudah terbiasa dengan kelalaian. Maka dari itu
sosialisasi dan edukasi harus dilakukan dengan skala yang besar, pada berbagai lapisan masyarakat tanpa terkecuali. Karena menebar informasi pada masyarakat luas belum tentu
mendapat respon yang besar pula, apalagi jika sosialisasi dan edukasi hanya dilakukan pada
segelintir masyarakat. Dengan harapan, nantinya keterlibatan masyarakat dalam
pelaksanaan bank sampah dapat mencakup 90 persen masyarakat Indonesia.

4. Perbaikan Sistem Laporan

Proses monitoring juga merupakan hal yang harus mendapat perhatian secara baik.
Konsistensi dalam sebuah program bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan, perlu dedikasi
dan keterbukaan semua pihak terhadap fluktuasi keberhasilan atau kegagalan. Dengan
ditetapkannya target, sistem pelaporan menjadi suatu cara dalam menetapkan bagaimana
bank sampah dapat memenuhi target tersebut. Pelaporan harus dilakukan secara berkala.
Pemangku jabatan harus bisa menilai apa yang menyebabkan kegagalan dari laporan yang
diberikan, dan bagaimana mempertahankan prestasi dari pencapaian yang dibuat
berdasarkan target.