Disini siapa yang suka berbelanja online? Pasti hampir semua orang pernah melakukan transaksi ini. Apalagi beberapa tahun belakangan, aktivitas jual beli online semakin populer di kalangan masyarakat Indonesia dan dunia. Belanja online terbilang praktis juga banyak pilihan produk.

Meski menawarkan kemudahan dengan sekali klik. Namun, ternyata aktivitas ini memberi dampak buruk bagi lingkungan, terutama dampak sampah yang semakin banyak dari hari ke hari.

Menurut data penjualan di Inggris pada tahun 2018, nilai pasar ritel Inggris tercatat sebesar 381 miliar poundsterling, dan jumlah transaksi online mencapai hampir seperlimanya. Pembelian bahan makanan mencapai 12,3 miliar poundsterling dan non-makanan mencapai 58,8 miliar poundsterling secara daring.

Sedangkan menurut data di Indonesia, pada tahun 2020 penelitian dari LIPI menunjukkan bahwa dengan meningkatnya trend belanja online selama PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) di masa pandemi, jumlah sampah plastik yang ditimbulkan juga semakin meningkat. Karena aktivitas keluar rumah yang semakin minim sehingga aktivitas belanja online semakin meningkat.

Dampak Buruk Belanja Online

  1. Memperbanyak Sampah Plastik
    Sampah plastik memang bisa didaur ulang. Namun, membutuhkan waktu yang lama. Bayangkan jika setiap hari sampah yang semakin bertambah apalagi tidak diimbangi dengan tindak lanjutnya yang cepat.
  1. Menimbulkan Jejak Karbon
    Jejak karbon ini bisa dihasilkan dari transportasi yang mengirim barangmu hingga tepat tujuan. Jadi kalau dirasa masih bisa membeli barang dari toko terdekat itu lebih baik, demi mengurangi jejak karbon.

    Semakin jauh jarak pelanggan, maka semakin banyak jejak karbon yang terbuang ke lingkungan yang nantinya menjelma menjadi polusi.

  1. Berdampak Pada Perubahan Iklim
    Semua ini berawal dari sampah kemasan yang tidak didaur ulang. Sehingga menumpuk begitu saja karena tidak dikelola dengan baik, sehingga akan berdampak pada perubahan iklim.

Solusi Agar Belanja Online Lebih Ramah Lingkungan

  1. Diusahakan agar memilih kemasan yang nantinya mudah terurai misalnya kardus.
  2. Jangan sampai terjadi retur barang, sehingga pembeli harus memilih barang yang sesuai dengan spesifikasinya, baik dari segi ukuran, warna, jenis, kelengkapan, dan lain halnya agar sesuai dengan keinginan.
  3. Jika masih bisa berbelanja kebutuhan di toko terdekat, sebaiknya berbelanja disana guna meminimalisir belanja online.

Ada pendapat dari Jeanny primasari yang merupakan salah satu founder komunitas Zero Waste. Ada 3 sistem pengupayaan oleh penjual, pembeli dan pihak ekspedisi atau pengirim untuk menangani masalah ini.  Ketiga pihak ini harus saling mendukung dalam melakukan peran ini guna meminimalisir sampah sehingga terbentuklah ramah lingkungan.

Dimuat dari kompas pada tahun 2018, Ini tips Jeanny agar ketiga komponen itu bisa bekerja sama agar belanja online lebih rama lingkungan.

Tips Untuk Penjual

  1. Penjual bisa memberikan disclaimer kepada pembeli jika barang yang akan dikirimkan menggunakan pengepakan dari barang bekas layak pakai, seperti plastik atau kardus bekas.
  2. Penjual dapat memprioritaskan pengiriman barang dengan memilih ekspedisi yang tidak memaksa membungkus dengan plastik dari ekspedisi.
  3. Penjual dapat mengingatkan ekspedisi untuk tidak menambahkan lakban dan staples secara berlebihan.
  4. Untuk barang fragile atau mudah pecah, penjual tidak harus selalu memilih bubble wrap untuk melapisinya. Namun, dapat menggunakan shredded paper, kain perca, kertas koran atau majalah bekas yang diremas untuk mengganjal produk.
  5. Jika produk sudah dilapisi plastik dari pabrik, hindari untuk membungkus ulang dengan plastik lagi. Pilihan yang lebih ramah lingkungan adalah menggunakan kertas, apalagi koran bekas atau majalah.

Tips Untuk Pembeli

  1. Mencari onlineshop yang berlokasi paling dekat, agar jejak karbon dari sisi transportasi dapat ditekan sekecil mungkin.
  2. Menegaskan kepada penjual untuk memakai plastik, staples, dan selotip seminimal mungkin untuk membungkus.
  3. Pembeli mengusulkan kepada penjual untuk membungkus dengan kertas dan plastik bekas, serta memakai pengaman dari kain perca atau kertas atau kardus sebagai pengganti bubble wrap.
  4. Memilih ekspedisi yang tidak memaksakan pembungkusan ulang dengan plastik.
  5. Memilih ekspedisi instan hanya jika kondisi mendesak, jangan hanya demi memanfaatkan gratis ongkos kirim. Hal ini juga untuk meminimalkan penggunaan bahan bakar kendaraan.

Pembeli memberikan feedback kepada penjual setelah paket tiba dengan selamat walaupun dengan packaging yang minimalis sehingga penjual semakin pecaya diri jika packaging secara minimal sudah cukup.

Tips Untuk Ekspedisi

  1. Pihak ekspedisi menyusun SOP yang ramah lingkungan dengan meminimalisasi pembungkusan ulang dan penggunaan lakban serta staples. Dari segi biaya juga akan lebih hemat.
  2. Memperbaiki kualitas layanan dengan memastikan paket sampai dalam kondisi baik sehingga pelanggan tidak perlu over protective terhadap paketnya.
  3. Melengkapi motor kurir dengan tas atau backpack waterproof atau tahan air sehingga jika hujan, paket dapat terlindungi.

Begitulah konsep jika ingin belanja online yang ramah lingkungan, selamat mencoba!